Powered By Blogger

Saturday, 30 September 2017

A LOVE LETTER FOR AINAN NURAN 2017




Nara Masista and Ainan Nuran (Indonesian 
diplomats who is innocent and ignorant

A LOVE LETTER FOR AINAN NURAN
2017

By: Victor Mambor

Hi Ainan, may you be okay like the last time we met in New York US.
Oh yes, I am amazed to see your style responding to the speech of four Pacific countries at the UN General Assembly Debated Session 72th yesterday.

No different from Nara Marsitha, your partner. You are very vehemently denying all charges. As if there was no other day to argue, it had to be completed.

HOAX, that word you used at the beginning of the responsed you read. Indeed in Indonesia today, HOAX is becoming a trend. Government until the ordinary people like to be dwarfed if not mention the word HOAX it.

That's a good choice of words for the responsed you're reading.
By the way Ainan, I have been living in Papua for a long time. You know that right? But how come I have never heard what you call "massive development process in the last three years"?

4,325 kilometers of roads? Where is it Ainan? Can you explain to me that the 4,325 kilometers of the road runs from where to where and when it was built?

If the road exists, it is impossible for fuel prices to reach 50 thousand IDR per liter and cement prices above 1 million  IDR per sack. Is not President Joko Widodo said the road infrastructure is a means of reducing the overpriced in Papua?

Ainan, next year take Nara to enjoy in Baliem Valley Festival in Wamena, Highlands of West Papua so you can feel the expensive of BBM (fuel oil) in Wamena, Highlands of West Papua.

I am willing to accompany both of you to travel overland from Jayapura, Capital Province of Papua to Wamena. But sorry, the road trip was just a dream. Hahaha ... .. do not worry, I can treat you plane tickets New York to Wamena, Highlands of West Papua round trip.

30 new ports and 7 airports? Can you mention the new port and airport where?  It is? 2.8 million Indigenous people of West Papua are can be free health care? If 2.8 million Indigenous people of West Papua are  including myself, Ainan oh Ainan, your mouth is quick to read the text but your knowledge and understanding about Papua is very minimal.

As a Papuan Native, I never got that free health service. You should know, health is expensive. And this country of Indonesia is not able to meet the overpriced. There are still many people as like me Ainan, do not lebay yeah.

Even if you insist on saying so, then why do many toddlers who died in Nduga, Koroway, Deiyai ​​to Merauke? Or do you think the toddler is not Indigenous people of West Papua?

Let's not think of getting free health care, paid services can not be met because doctors and medical personnel are very limited. You will never be able to imagine what the Indigenous people of West Papua faced in the interior of Papua.

Then, 360 thousand students and native Papuan students get free education? Oh my God, please Ainan, come to Papua only. You can be a scholarship selection committee. Then see for yourself, how many Indigenous people of West Papua get scholarships compared to Non-Papuans who take the scholarship that the rights of the Papuans indigenous people?
9.21 percent economic growth? This one I can not comment because I do not know how to calculate it.

Now, when it comes to allegations of Pacific countries, I do not have to question you. You are not the right person to ask. But the arrest, murder, shootings were a reality that occurred in Papua.

Early last August 2017 there were members of Brimob (Indonesian Police) who shot dozens of civilians to death and others wounded. Even if they are undergoing an ethical trial, what sanctions do you know?

Only mutations and apologies. Causing people to die by breaking the procedure just sorry sanction? That is just one example among tens or maybe hundreds of cases since Papua is a part of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI).

As a highly educated person, you should be aware that arguing can only happen if each debating party has the same knowledge and information. If not, then one party will be an irrational party! Unfortunately again, it could be a HOAX spreader!

Last year Nara ended her words with the saying "one finger pointing forward and four fingers pointing at themselves". She was unconscious while practicing the proverb, four fingers pointing at himself. This year Ainan ends the response you read with the saying, "whoever taps the water in the docket, splashing his own face". Who patted the water and whose face was splashed on Ainan? You yourself Ainan. Because you've deployed HOAX. PS.
 
Anyway, I love you full! I'm coming to New York in late October this year. Pick me up at JFK yeah!

Wraited by Victor Mambor, a Senior Journalist of West Papua, on September, 28th 2017 from Port Numbay, West Papua.

Translated, Edited & republished by,
Sebby Sambom
West Papuan Human Rights Defender
(Former West Papuan Political Prisoner)
-------------------------------------------------

Indonesian

SURAT CINTA BUAT AINAN NURAN

Oleh: Victor Mambor

Hai Ainan, semoga kamu baik-baik saja seperti terakhir kali kita bertemu di New York. 

Oh ya, saya kagum sekali melihat gaya kamu menanggapi pidato empat negara Pasifik di sidang Majelis Umum PBB kemarin. Tak ada bedanya dengan Nara Masitha, rekan kamu itu. Kamu sangat berapi-api membantah semua tuduhan. Seakan tak ada hari lain untuk membantah, saat itu harus tuntas. 

HOAX, kata itu kamu gunakan di awal tanggapan yang kamu baca itu. Memang di Indonesia saat ini, HOAX sedang menjadi trend. Pemerintah hingga masyarakat awam seperti menjadi kerdil kalau tak menyebut kata HOAX itu. Itu pilihan kata yang bagus untuk tanggapan yang kamu bacakan itu.

By the way Ainan, sudah lama saya tinggal di Papua. Kamu tahu itu kan? Tapi kok saya seperti tak pernah mendengar apa yang kamu sebut "proses pembangunan masif dalam tiga tahun belakangan ini"? 

4.325 kilometer jalan? Dimana saja itu Ainan? Bisakah kamu menjelaskan pada saya 4.325 kilometer jalan itu terbentang dari mana hingga kemana dan kapan dibangun? Jika jalan itu ada, tak mungkin harga BBM bisa mencapai 50 ribu perliter dan harga semen diatas 1 juta per sak. Bukankah Presiden Joko Widodo mengatakan infrastruktur jalan adalah sarana mengurangi kemahalan di Papua? 

Ainan, tahun depan ajaklah Nara menikmati Festival Lembah Baliem di Wamena, agar kalian bisa merasakan mahalnya BBM di Wamena. Saya bersedia menemani kalian berdua menempuh perjalanan darat dari Jayapura ke Wamena. Tapi maaf, perjalanan darat itu hanya mimpi saja. Hahaha….. tak usah khawatir, saya bisa mentraktir kalian tiket pesawat New York – Wamena pulang pergi.

30 pelabuhan baru dan 7 airport? Bolehlah disebutkan pelabuhan dan airport baru dimana saja itu?

2,8 juta OAP dapat pelayanan kesehatan gratis? Jika 2,8 juta itu adalah penduduk OAP, termasuk saya, Ainan oh Ainan, mulutmu lincah membaca teks tapi pengetahuan dan pemahamanmu tentang Papua sangat minim. Sebagai Orang Asli Papua, saya tidak pernah mendapatkan layanan kesehatan gratis itu. Kamu seharusnya tahu, kesehatan itu mahal. Dan negara Indonesia ini tak sanggup memenuhi kemahalan itu. Masih banyak orang seperti saya Ainan, jangan lebay deh.

Kalaupun kamu tetap bersikeras mengatakan demikian, lalu mengapa banyak balita yang meninggal di Nduga, Koroway, Deiyai hingga Merauke? Atau kamu berpikir balita itu bukan OAP? Jangankan berpikir mendapatkan layanan kesehatan gratis, layanan berbayar pun tak bisa dipenuhi karena dokter dan tenaga medis sangat terbatas. Kamu tak akan pernah bisa membayangkan apa yang dihadapi oleh Orang Asli Papua di pedalaman Papua. 

Lalu, 360 ribu siswa dan mahasiswa asli Papua mendapatkan pendidikan gratis? Oh my God, please Ainan, datang ke Papua saja. Kamu bisa jadi panitia seleksi beasiswa. Lalu lihat sendiri, seberapa banyak Orang Asli Papua yang mendapatkan beasiswa dibandingkan Non Papua yang mengambil beasiswa yang menjadi hak Orang Asli Papua itu?

9,21 persen pertumbuhan ekonomi? Yang ini saya tak bisa berkomentar karena tak tahu bagaimana cara menghitungnya. 

Nah, kalau soal tuduhan negara-negara Pasifik itu, saya tak perlu mempertanyakannya pada kamu. Kamu bukan orang yang tepat untuk ditanyai. Tapi penangkapan, pembunuhan, penembakan itu kenyataan yang terjadi di Papua. Awal Agustus lalu kan ada anggota Brimob yang tembak belasan warga sipil hingga meninggal dan lainnya terluka. Sekalipun mereka ini menjalani sidang etik, sanksinya kamu tahu apa? Hanya mutasi dan permintaan maaf. Menyebabkan orang meninggal dengan menyalahi prosedur kok hanya disanksi minta maaf? Itu hanya salah satu contoh diantara puluhan atau mungkin ratusan kasus sejak Papua ini menjadi bagian NKRI.

Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, kamu seharusnya sadar berdebat itu hanya bisa terjadi jika masing-masing pihak yang berdebat memiliki pengetahuan dan informasi yang setara. Jika tidak, maka satu pihak akan menjadi pihak yang tidak rasional! Celakanya lagi, bisa menjadi penyebar HOAX!

Tahun lalu Nara mengakhiri kata-katanya dengan pepatah “satu jari menunjuk ke depan dan empat jari menunjuk diri sendiri”. Dia tak sadar saat mempraktekan pepatah itu, empat jari menunjuk dirinya sendiri. Tahun ini Ainan kamu mengakhiri tanggapan yang kamu baca itu dengan pepatah, “siapa menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Siapa yang menepuk air dan muka siapa yang terpercik Ainan? Kamu sendiri Ainan. Karena kamu sudah menyebarkan HOAX. PS.

Bagaimana pun , Saya sangat mencintai mu I love you full!
Saya akan datang ke New York akhir Oktober. Jemput saya di JFK ya!

Jayapura, 28/9/2017 

Translated, Edited & republished by,
Sebby Sambom
West Papuan Human Rights Defender
(Former West Papuan Political Prisoner)
-------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment