Photo of Yogor Telenggen when he was held at the Indonesian Police hospital, namely Bayangkara Hospital in Abepura Papua (pic supplied) |
By Lawyer Veronica Koman on May 11th,
2019
The trial of Yogor Telenggen who is a warrior members of the West Papua National Liberation Army (TPNPB) in ordinary criminal courts is not in accordance with the provisions of international humanitarian law.
Guerrillas who are part of the national liberation war are irregular combatants who should get the status of prisoners of war if caught by the enemy.
War prisoners have the right to immunity from
domestic criminal justice for acts of war that are in accordance with
humanitarian law.
Although initially guerrillas were not recognized as combatants, they were not given the status of prisoners of war when caught, but in its development, the lobby of third world countries which had fought a lot against colonial domination was successful.
National liberation guerrillas are also entitled to combatant status and war prisoner status when captured by the enemy.
UN General Assembly Resolution 2386 (1968):
"Freedom fighters must be treated as prisoners of war under international law ..."
This provision is also supported by other UN General Assembly Resolutions, including Resolution 2383 (XXIII), 2395 (XXIII), 2446 (XXIII).
UN General Assembly Resolution 3103 (XXVIII) concerning the basic principles of legal status of combatants who oppose the colonial regime, foreign domination and racism:
"Combatants who oppose the colonial regime, foreign domination, and racists who are captured as prisoners must be given prisoner of war status and the treatment of them must be in accordance with the provisions of the Geneva Convention on the Treatment of War Prisoners dated 12th August 1949".
- is one of the parties to the conflict
- organized
- there is a chain of command that is responsible
- subject to the laws of war, and there is an internal disciplinary mechanism in the event of a violation
- carrying weapons openly when fighting
Even if Yogor is caught when violating the law of war, it still cannot eliminate the status of his prisoner of war. He can be tried, but still with the status of WAR RESISTANCE, for his violations of INTERNATIONAL LAW.
In Yogor's case, he was arrested when he was not in a shootout situation, so he should not be tried for past events (shooting of Sinak, Pirime, Kali Semen).
The provisions stipulated in paragraph 5 of Article 44 of this Protocol I are to prevent the fabrication of cases of these detainees. And in this situation, Yogor remained a combatant and a prisoner of war status.
Furthermore, Article 45 of Protocol I stipulates that prisoners of justice who are tried in ordinary criminal courts can declare their desire to obtain the status of prisoners of war.
Note By Admin West Papuans Human Rights Defenders News
First, International Human Rights Law
In essence International Humanitarian Law and International Human Rights have the same goal, namely to provide guarantees of protection against humans.
However, both of them have differences in terms
of time or situation and their application. Humanitarian law applies at the
time of armed conflict. Whereas human rights apply at the time of peace.
But the essence of human rights still applies even at the time of armed disputes. Both complement each other. There is also integration and harmony of rules derived from human rights instruments and the rules of international humanitarian law.
Both not only regulate the relationship between the government and the people but also regulate relations between the state and the state by defining their rights and obligations reciprocally.
Second, International Humanitarian Law
International humanitarian law, also known as the International Humanitarian Law applicable in armed conflict, commonly referred to as humanitarian law, is a new name for the laws of war.
In reality it still often happens that the provisions of the 1949 Geneva Convention and international treaties and other international customs relating to humanitarian law are not adhered to by parties involved in armed conflict.
Based on the two parts in the note above, we convey that Yogor Telenggen should not be tried in a general criminal court, but Yogor Telenggen Must be tried as a prisoner of war based on a convention on War Humanitarian Law.
Why? Because Yogor is the Independence Warrior of West Papua, which has been struggling for the Political Rights of Self Determination for the Papuan Nation.
Source: Lawyer Veronica
Koman Facebook post on Friday 11th of May 2019
Photo Yogor Telenggen saat sidang Tuntutan ole JPU di Pengadilan Negeri Manokwari 3 Mei 2019 (pic supplied) |
Yogor Telenggen Seharusnya Berstatus Tahanan Perang
Diadilinya anggota Tentara Pembebasan Nasional
Papua Barat (TPNPB) Yogor Telenggen di pengadilan kriminal biasa tidak sesuai
dengan ketentuan hukum humaniter internasional.
Gerilyawan yang menjadi bagian dari perang
pembebasan nasional adalah kombatan iregular yang seharusnya mendapat status
tahanan perang apabila tertangkap musuh.
Tahanan perang berhak atas imunitas dari peradilan
kriminal domestik atas tindakan perangnya yang telah sesuai dengan hukum
humaniter.
Meskipun awalnya gerilyawan tidak diakui sebagai
kombatan maka idak diberikan status tahanan perang ketika tertangkap, namun
dalam perkembangannya, lobi negara-negara dunia ketiga yang banyak berperang
melawan dominasi kolonial berhasil.
Gerilyawan pembebasan nasional juga berhak mendapat
status kombatan dan status tahanan perang ketika tertangkap musuh.
Resolusi
Majelis Umum PBB 2386 (1968):
“Pejuang kemerdekaan harus diperlakukan sebagai tahanan perang di bawah hukum internasional…”
“Pejuang kemerdekaan harus diperlakukan sebagai tahanan perang di bawah hukum internasional…”
Ketentuan ini didukung pula oleh Resolusi Majelis
Umum PBB lain, di antaranya Resolusi 2383 (XXIII), 2395 (XXIII), 2446 (XXIII).
Resolusi Majelis Umum PBB 3103 (XXVIII) tentang
Prinsip-prinsip dasar dari status hukum atas kombatan yang melawan rezim
kolonial, dominasi asing, dan rasis:
“Kombatan yang melawan rezim kolonial, dominasi
asing, dan rasis yang tertangkap sebagai tahanan harus diberikan status tahanan
perang dan perlakuan terhadap mereka harus sesuai dengan ketentuan Konvensi
Jenewa tentang Perlakuan terhadap Tahanan Perang tertanggal 12 Agustus 1949”
Yogor
Telenggen memenuhi syarat gerilyawan kombatan yang layak diberikan status
tahanan perang sebagaimana diatur Pasal 44 dan 45 Protokol I dari Konvensi
Jenewa:
- Adalah salah satu pihak yang berkonflik
- terorganisir
- ada rantai komando yang bertanggungjawab
- tunduk pada hukum perang, dan ada mekanisme disipliner internal apabila terjadi pelanggaran
- membawa senjata secara terbuka ketika berperang.
- Adalah salah satu pihak yang berkonflik
- terorganisir
- ada rantai komando yang bertanggungjawab
- tunduk pada hukum perang, dan ada mekanisme disipliner internal apabila terjadi pelanggaran
- membawa senjata secara terbuka ketika berperang.
Bahkan apabila Yogor tertangkap ketika melanggar
hukum perang, hal tersebut tetap tidak bisa menghilangkan status tahanan
perangnya. Ia bisa diadili, tapi tetap dengan status TAHANAN PERANG, atas
pelanggarannya terhadap HUKUM INTERNASIONAL.
Dalam kasus Yogor, ia ditangkap ketika tidak sedang
dalam situasi baku tembak, maka seharusnya ia tidak boleh diadili atas kejadian
lampau (penembakan Sinak, Pirime, Kali Semen).
Ketentuan yang diatur dalam paragraf 5 Pasal 44
dari Protokol I ini untuk mencegah terjadinya fabrikasi kasus atas tahanan tersebut.
Dan dalam situasi ini, Yogor tetap berstatus kombatan dan berstatus tahanan
perang.
Selanjutnya, Pasal 45 dari Protokol I menentukan
bahwa tahanan perang yang diadili di pengadilan kriminal biasa bisa
mendeklarasikan keinginannya untuk mendapat status tahanan perang.
Catatan Oleh Admin West
Papuans Human Rights Defenders News
Pertama, Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional
Pada hakekatnya Hukum Humaniter Internasional
dan Hak Asasi Manusia Internasional memiliki tujuan yang sama, yaitu
memberikanjaminan perlindungan terhdap manusia. Hanya saja, keduanya memiliki
perbedaan dari sisi waktu atau situasi dan penerapannya. Hukum Humaniter
berlaku pada waktu sengketa bersenjata. Sedangkan hak asasi manusia berlaku
pada waktu damai.
Namun intisari dari hak asasi manusia tetap
berlaku sekalipun pada waktu sengketa bersenjat. Keduanya saling melengkapi.
Juga ada keterpaduan dan keserasian kaidah-kaidah yang berasal dari
instrument-instrumen hak asasi manusia dan kaidah hukum humaniter
internasional.
Keduanya tidak hanya mengatur thubungan
pemerintah dengan rakyat tetapi juga mengatur hubungan di antara negara dengan
negara dengan menetapkan hak-hak dan kewajiban mereka secara timbal balik.
Kedua, Hukum Humaniter
Internasional
Hukum
humaniter internasional atau dikenal juga dengan Internasional Humanitarian Law
applicable in armed conflict yang lazim disebut dengan hukum humaniter
merupakan nama baru bagi laws of war atau hukum perang.
Dalam
Kenyataannya masih sering terjadi bahwa ketentuan-ketentuan dalam Konvensi
Jenewa 1949 dan perjanjian internasional serta kebiasaan internasional lainnya
yang berkaitan dengan hukum humaniter tidak ditaati oleh pihak-pihak yang
terlibat konflik bersenjata.
Berdasarkan kedua bagian dalam Catalan di atas ini
maka kami sampaikan bahwa Yogor Telenggen tidak boleh diadili di pengadilan
pidana umum, melainkan Yogor Telenggen Harus
diadili sebagai tahanan perang berdasrakan konvensi tentang Hukum Humaniter
Perang.
Mengapa? Karena Yogor adalah Pejuang Kemerdekan Papua
Barat, yang mana telah Dan sedang berjuang until Hak Politik Penentuan Nasib
sendiri bagi Bangsa Papua.
Sumber: Post Akun FB Kuasa Hukum veronica Koman
Republished by Admin
No comments:
Post a Comment